Memosisikan diri sebagai one stop shopping lifestyle, gerai ritel seluler Oke Shop berhasil men-drive pasar.
Sepak terjang Oke Shop terbilang luar biasa. Pasalnya, kendati baru diluncurkan tahun 2000, merek ini sudah memiliki 770 gerai yang tersebar di 141 kota di Indonesia. “Oke Shop merupakan one stop shopping lifestyle dalam menyediakan handset semua merek, aksesoris ponsel, handphone, nomor telepon, dengan nilai tambah servis,” kata Sugiono Wiyono, President Director PT Trikomsel Oke.
Oke Shop juga merupakan gerai ritel seluler terbesar di Asia yang mengemban konsep multibrand dan multioperator. Gerainya menjual berbagai merek internasional seperti Nokia, Sony Ericsson, Samsung, Motorola, HTC, dan 6 operator seluler di Indonesia. Selain itu, Oke Shop juga memberikan layanan nilai tambah dan mobile content.
Dengan berbekal 11.000 jaringan distribusi, mereka mampu memasarkan produk dari kota besar hingga kota kabupaten. Tak heran jika Oke Shop menjadi andalan Trikomsel yang memberikan kontribusi terbesar. Merek ini memosisikan diri di pasar sebagai leading distributor dengan cakupan terluas, opsi produk yang lebih lengkap, serta memberikan nilai tambah lebih kepada konsumen dibandingkan dengan kompetitor.
Sugiono menuturkan, rata-rata pertumbuhan penjualan Oke Shop dalam tiga tahun terakhir mencapai 50% lebih. Tentunya, pencapaian itu dibarengi dengan strategi edukasi pasar yang diusung perusahaan. “Sepanjang tahun 2007-2008, kami bekerja sama dengan principal dan operator untuk melakukan berbagai kegiatan edukasi pasar yang berhubungan dengan penggunaan handphone.”
Contohnya, melakukan pengenalan akan layanan Oke Plus berupa mobile content pada gerai-gerai mereka, terutama gerai yang memiliki luas yang lebih besar dibandingkan pesaing. Dengan pengenalan produk Oke Plus yang mengarah pada multimedia, konsumen dapat melakukan beragam transaksi yang berkaitan dengan handphone.
Menurutnya, ini merupakan layanan pertama di Indonesia yang ditawarkan kepada konsumen untuk jenis gerai independent retailers. Dari sisi gerai, Oke Shop memiliki beberapa tipe gerai, yakni: flagship, lifestyle, island, shop in shop, dan midistore. Pada gerai flagship, selain memberikan value added services, Oke Shop menawarkan kenyamanan berbelanja kepada konsumen.
“Oke Shop juga memperkenalkan konsep gerai yang lebih modern dan luas dengan basis lifestyle. Di sana konsumen bisa menikmati pembelian handphone dan berbagai produk termasuk Oke Reload, Oke Plus, Oke Net sampai layanan pembayaran dengan kartu kredit ‘Cashless Society’ dan fasilitas cicilan tanpa bunga,” ungkapnya.
Tentunya, tambah Sugiono, konsumen akan merasakan suasana layanan dan kenyamanan yang berbeda pada saat mereka berbelanja di Oke Shop. Sesuai dengan motto “Gaya hidup, personalisasi dan kemudahan berinteraksi”, di sana life demo dengan penggunaan ponsel asli diberlakukan, dan juga ada pengalaman unik melalui live interaction.
Keberhasilan Oke Shop meraih penghargaan “Market Driving Company” pada Marketing Award 2008, tidak terlepas dari strategi pemasarannya. “Kami bekerja sama dengan dengan beragam institusi keuangan ternama baik nasional maupun internasional. Saat ini, kami satu-satunya gerai yang mendapatkan fasilitas EDC server-to-server dengan Citibank,” ucapnya bangga.
Dengan fasilitas ini, maka implementasi program bisa dilakukan dengan cepat dan seragam di seluruh jaringan Oke Shop, serta memakai teknologi GPRS sehingga tidak terganggu dengan kekurangan line telepon di daerah. Selain itu, Oke Shop juga melayani pembelian secara online melalui situs dan layanan antar (delivery).
Berbagai kegiatan pemasaran yang sifatnya konvensional pun digerakkan melalui pemasangan iklan di media cetak dan elektronik—di samping brosur, flyer dan spanduk. Di non konvensional, Oke Shop menyelenggarakan kampanye yang dikemas secara kreatif melalui penggunaan SMS Blast & Email Blast.
“Kami pun mengadakan konser musik untuk mempromosikan Oke Plus, lomba cheerleader contest saat peresmian gerai Oke Shop di Bandung, dan lomba menulis untuk jurnalis,” ujar Sugiono. Diimbuhkannya, untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, mereka melakukan radio roadshow program, radio quiz program, mensponsori turnamen olahraga, serta menyelenggarakan acara dealer gathering yang pertama di industri ponsel.
Oke Shop pun melebarkan sayap hingga ke pasar internasional. Melalui Oke Reload, dapat dilakukan penjualan pulsa kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berada di luar negeri terutama pada beberapa negara tetangga, termasuk Singapura, Malaysia, Hongkong, China, dan Dubai.
“Ke depannya, Oke Shop juga tengah mengembangkan kerja sama dengan perusahaan di Filipina dan Malaysia untuk transfer pulsa dengan memakai Oke Reload sebagai flatform-nya. Ini adalah inovasi terbaru di dunia telekomunikasi,” ujarnya.
Fisamawati
Majalah MARKETING
Selasa, April 21, 2009
Rata-rata Tumbuh 50% Lebih!
Terry Putri: Rambut Heboh Pagi Hari
Bagi perempuan, rambut memang menjadi satu hal yang dianggap paling sensitif, tidak terkecuali Terry Putri. Gadis cantik kelahiran Banjarmasin, 1 Desember 1979, ini pernah bermasalah dengan “mahkotanya” itu. Sebagai presenter untuk delapan acara televisi, Terry bisa berganti model rambut sebanyak empat hingga lima kali dalam sehari. Bisa saja pagi hari rambutnya berombak dan di siang hari harus lurus kembali.
Terry berpendapat, rambut adalah media untuk mengekspresikan diri. “Karena itu, saya menikmati beragam eksperimen pada rambut saya. Profesi saya sebagai TV presenter dan MC mengharuskan saya sering melakukan berbagai styling. Saking keasyikan, tidak disadari rambut saya rusak,” ceritanya.
Hampir setiap pagi, di sela-sela persiapan siaran, rambut Terry selalu menyisakan cerita heboh. Bahkan, pernah kejadian, hair stylist-nya kesulitan “menjinakkan” rambutnya. Alhasil, ia pun harus stand by sejak pukul empat pagi hanya karena rambut. Sekarang kenyataan itu sudah hilang. Semenjak dinobatkan sebagai brand ambassador Dove Shampoo, ia tak perlu merasakannya lagi.
“Kini, saya bisa menikmati ‘manic morning’ dengan rambut lebih sehat tanpa masalah,” ucap pemilik tinggi badan 158 cm ini. Terry menambahkan, sebagai brand ambassador Dove Shampoo, tugas barunya adalah berbagi pengalaman dan mengajak perempuan Indonesia untuk membuka hari dengan indah dan penuh semangat, tanpa khawatir akan kondisi rambut yang rusak. “Jadi, bisa tampil percaya diri sejak pagi hari dan siap beraktivitas sepanjang hari,” tegas presenter Insert ini.
Fisamawati
Majalah MARKETING
Alfamart, Luar Biasa!
Strategi pemasaran Alfamart memang layak mendapat ajungan jempol. Mereka berhasil memenangkan hati pelanggannya lewat dukungan TI dan penerapan strategi experiential marketing.
Persaingan yang ketat di minimarket, membuat Alfamart harus memutar otak. Maklum saja, dalam jarak yang tak berjauhan pasti ada minimarket kompetitor yang siap menghadang. Apalagi, mulai dari segmen hingga tata ruangnya pun tidak jauh berbeda karena lingkup bidang usahanya memang sama. Salah satu yang bisa membedakan hanyalah fasilitas, servis, dan pelayanan kepada konsumen.
Faktor inilah yang melandasi Alfamart untuk tampil beda. Contohnya pada Kartu AKU (Alfamart-ku). “Dengan adanya Kartu AKU, Alfamart mencoba memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya. Bagi anggota pelanggan yang telah memiliki kartu AKU bisa memanfaatkan keuntungan-keuntungan berbelanja di Alfamart,” kata Velina Yulianti, Marketing & Business Development Director, PT Sumber Alfaria Trijaya.
PT Sumber Alfaria Trijaya, selaku pemegang brand Alfamart, merupakan perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan jasa eceran yang menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari. Perusahaan ritel yang berdiri pada 22 Juni 1999 ini membidik target konsumen dari kelompok middle-class (SES B & C).
Kartu AKU adalah kartu anggota yang diberikan jika pelanggan telah memenuhi ketentuan yang disyaratkan Alfamart. Benefit yang diperoleh pelanggan dari kartu ini antara lain: HematKu, berupa potongan harga hemat atau bonus produk tertentu; SpesialKu, berupa program penjualan produk ekslusif dengan harga spesial; dan HadiahKu, berupa program hadiah langsung atau undian. Pemilik kartu ini juga bisa mendaftar ke website Alfamart untuk memeriksakan jumlah poinnya.
Dijelaskan Velina, adanya program Kartu AKU merupakan efek dari penerapan teknonogi informasi (TI) yang dilakukan tim Alfamart. Keuntungan dari pemanfaatan TI tersebut pun sangat signifikan, khususnya pada sistem marketing. “Program membership dalam bentuk Kartu AKU telah dapat memanfaatkan data mining yang ada untuk lebih memberikan layanan yang sifatnya one-to-one marketing,” lanjutnya. Dengan demikian, konsumen pun bisa merasakan adanya sentuhan personal dari Alfamart.
Contoh implementasinya, sebelum pelanggan bertransaksi, kasir pasti akan menanyakan Kartu AKU dan menawarkan produk-produk tertentu sebagai promosi. Lewat cara itu, diharapkan akan tercipta memorable experience dalam benak pelanggan. “Ini adalah gimmick yang khas di Alfamart,” klaimnya.
Alfamart juga gencar menerapkan experiential marketing yang bertujuan untuk menimbulkan pengalaman dan sensasi dari konsumennya. Bukti nyata yang telah mereka lakukan adalah program sales promotion dengan tema “Kejutan Belanja Gratis”. Dalam program ini, konsumen yang berbelanja dengan nominal tertentu dan beruntung, akan mendapatkan kejutan hadiah uang pada saat transaksi.
Selain itu, ada pula pemberian kue ulang tahun bagi member Kartu AKU yang berulang tahun. “Meski bujetnya tidak terlalu besar, tetapi impaknya bagi konsumen sangat terasa. Konsumen yang mendapat kejutan ini, biasanya surprised. Selanjutnya, konsumen tersebut akan semangat belanja di Alfamart serta memosisikan dirinya sebagai ‘volunteer’ untuk mempromosikan Alfamart dari mulut ke mulut,” ungkap Velina panjang lebar.
Wajar saja jika slogan “Belanja puas, harga pas” begitu melekat di benak jutaan pelanggan mereka. Program yang ditawarkan merujuk pada benefit yang akan didapat pelanggan itu sendiri. Dijelaskannya, kesuksesaan Alfamart juga didukung hasil pengumpulan data informasi dari secondary data dan primary data. “Melalui metode FGD (Focus Group Discussion), kami mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif,” imbuhnya.
Segudang prestasi pun telah ditorehkan Alfamart. Antara lain Best Brand Equity Gainer Award 2006; Golden Franchise Award 2006, ISO 9001:2000; MURI Award; Hot Brand in 2007; Top Brand 2008; dan Indonesia Best Brand Award 2008. Belum lagi competitive advantage, bahwa Alfamart merupakan satu-satunya minimarket yang memiliki program membership; peraih Store Equity Index tertinggi di antara seluruh format ritel; serta Alfamart sebagai payment point—hasil kerja sama dengan FIF.
Alfamart juga memiliki program CSR (Corporate Social Responsibility) yang terorganisir dalam wadah “Alfamart Care”. Kegiatan CSR tersebut dijalankandengan melakukan pendekatan ke pihak sekolah, lembaga keagamaan, lembaga sosial, maupun instansi pemerintahan. Untuk mengomunikasikan program CSR tersebut kepada konsumen, mereka memasang poster serta menempatkan flyers di seluruh jaringan Alfamart.
Kegiatan sosial Alfamart terdiri dari bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, kebersihan dan keindahan lingkungan, dan bencana lokal atau nasional. “Ke depan dalam rangka CSR di bidang lingkungan, Alfamart akan mengganti kantung plastik dengan kantung yang mudah didaur ulang. Ini bertujuan untuk mendukung kampanye global warming,” ucap Velina.
Ia menegaskan, Alfamart tak hanya memfokuskan diri untuk memenangkan hati pelanggan, tapi juga memenangkan hati masyarakat di seluruh Indonesia melalui program-programnya. Pantas saja, berkat keberhasilan strategi pemasaran mereka, Alfamart berhasil membawa pulang tiga penghargaan sekaligus di ajang Marketing Award 2008, yaitu: “The Best IT in Marketing”, “The Best in Experiential Marketing”, dan “The Best in Social Marketing”. Luar biasa!
Fisamawati
Majalah MARKETING
Purnomo Prawiro: Perlakukan Karyawan sebagai “Manusia”
Slogan “Andal” dijadikan pedoman Blue Bird dalam memberikan service kepada pelanggan. Sang CEO juga berusaha memberikan contoh yang baik kepada bawahannya.
Sulit dibantah, di antara berbagai merek taksi yang beredar di wilayah Jakarta dan sekitarnya, diferensiasi taksi Blue Bird tampak begitu enonjol. Diferensiasi itu terletak pada sistem IT, database management, dan sistem renumerisasi mereka yang baik. Selain itu, dalam hal service, pengemudi Blue Bird juga terkenal lebih baik dan sopan ketimbang supir-supir taksi merek lain.
“Kami memfokuskan diri pada kepuasan pelanggan terhadap semua fasilitas layanan yang ada. Diharapkan, customer yang sudah merasakan pelayanan tersebut, dikemudian hari bisa mengulanginya lagi,” kata Purnomo Prawiro, President Director Blue Bird Group (BBG).
Untuk itu, menurutnya, dari tahun ke tahun pelayanan yang diberikan Blue Bird selalu meningkat. Ini disertai pula dengan tingginya keinginan dari pihak pelanggan terhadap pelayanan tersebut. Misalnya saja dengan memberikan pelayanan sebaik mungkin, bertambahnya layanan ekstra aman dan nyaman.
Kini, seiring perjalanan waktu, slogan Andal pun mereka luncurkan. Ya, Andal merupakan akronim dari: Aman, Nyaman, Mudah dan Personalize. Jadi, service-nya berkembang. Tidak lagi sekadar mengemban tugas mengantarkan pelanggan dari satu titik ke titik yang lain, tapi disesuaikan dengan permintaan customer. “Semua pelanggan memiliki keinginan yang berbeda-beda dalam segi pelayanan yang didapatnya. Kami berusaha memenuhinya sesuai banyaknya permintaan yang masuk dan pertimbangan cost-nya,” imbuh Purnomo yang didampingi Noni Sri Ayati Purnomo (Vice President Business Development) saat wawancara.
Selain kemudahan mendapatkan taksi Blue Bird di ruas jalan raya, untuk memudahkan pelanggan, perusahaan juga menempatkan armadanya di beberapa pangkalan seperti di bandara, mal, dan hotel. Jika ingin lebih mudah lagi, pelanggan bisa memanfaatkan fasilitas call center untuk order pemesanan taksi. Biasanya, dalam hitungan menit mereka sudah menerima nomor taksi dan siap dijemput. “Kami pun menyediakan credit voucher sehingga bisa memudahkan transaksi,” lanjutnya.
Menurut Purnomo, proses utama yang harus dilakukan sebelum memberikan service kepada pelanggan adalah peranan dari manusia di perusahaan tersebut—khususnya para pengemudi yang berjumlah kurang lebih 20.000 orang. Kemudian, berlanjut pada infrastruktur dan sistem manajemen. Oleh karena itu, sebagai atasan yang membawahi ribuan karyawan, ia berusaha memberikan contoh baik kepada bawahannya. Tak perlu susah-susah, cukup memberi ucapan “Selamat pagi” atau “Bagaimana hari ini?” kepada bawahan ketika berpapasan.
Dipaparkannya, slogan Andal tersebut harus diaplikasikan oleh karyawan BBG di semua tingkatan. Tak terkecuali atasan dengan back office, frontliners maupun dengan pelanggan. Jika semua karyawan—khususnya pengemudi—merasa nyaman dalam bekerja, maka hal ini akan berdampak pada pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.
Purnomo mengatakan, service vision yang diterapkannya mengacu pada sistem top-down. Artinya, service yang baik harus dimulai pada tingkatan atas yang kemudian berlanjut ke bawah. Praktisnya, ia harus memberikan contoh kepada bawahannya: bagaimana memberikan pelayanan yang baik. Dengan harapan, bawahannya pun melakukan hal yang sama kepada pelanggan Blue Bird.
“Bagi customer, hal lain yang diperhatikan adalah visi dan misi yang diemban oleh sebuah taksi itu. Kemudian berlanjut pada image sang pengemudinya, baik keseluruhan atau perorangan,” paparnya. “Sebab, bagaimana seorang pengemudi mau memberikan service yang baik kepada customer, jika perusahaan tidak memperlakukan pengemudi itu sebagai ‘manusia’.”
Setelah membentuk service culture di BBG, ia pun menyadari benar, tidak mudah menyosialisasikan dan menerapkan kultur tersebut ke dalam diri setiap karyawannya. Faktor utama yang menjadi permasalahan adalah adanya keragaman budaya masing-masing individu. “Mereka harus merasa cocok dengan kultur yang diterapkan di BBG. Mungkin, jika dilihat turnover tiga bulan pertama masuk, banyak yang tidak cocok.”
Namun, Purnomo mengerahkan segala upaya untuk menerapkan kultur tersebut. Ia beralasan, adanya suatu sistem kultur yang seragam merupakan modal bagi Blue Bird untuk tetap bertahan di tengah maraknya serbuan kompetitor. Oleh karena itu, service tak hanya diberikan kepada pelanggan, tetapi juga ke pengemudi. Para pengemudi mendapat seragam, pinjaman motor, pinjaman rumah, asuransi kesehatan, dan sarana penunjang lainnya.
Blue Bird Group juga memberikan reward khusus bagi para pengemudi. Acara penghargaan yang diselenggarakan setiap dua bulan sekali ini dihadiri jajaran manajemen, direktur sampai komisaris. “Reward diberikan untuk pengemudi yang melakukan pengembalian barang milik customer yang tertinggal atau disebut ‘barket’, pengemudi dengan jumlah komplain terkecil, dan lainnya,” ujar pria kelahiran Surabaya, 18 Oktober 1947 ini.
Untuk memonitor service yang telah diberikan oleh pengemudi, perusahaan tak perlu bersusah payah. Teknologi IT yang canggih bisa memudahkan pengawasan dan pengumpulan data dari tiap-tiap pengemudi. Data prestasi pengemudi pun bisa dilihat dari banyaknya komplain yang datang dari customer. Alhasil, jika ada pengemudi punya reputasi buruk dan dikeluarkan dari Blue Bird, maka ia tak bisa bekerja di pool BBG manapun. “Istilahnya, jangan sampai kesalahan satu orang bisa merusak nama baik kami,” tegasnya.
Namun, untuk menjangkau pengawasan hingga ke tingkat bawah, Purnomo punya cara tersendiri. Cukup dengan menjalankan sistem komunikasi dengan pengemudi. Menurutnya, komunikasi ini terlihat mudah, tetapi sulit untuk dilaksanakan karena waktu yang tersedia relatif singkat. Soalnya, para pengemudi lebih banyak menghabiskan waktu di jalan daripada di pool.
Setiap karyawan tentu memiliki keinginan-keinginan di luar yang disediakan BBG. Nah, untuk mengetahui informasi apa yang beredar di antara pengemudi, ia menerapkan sistem koordinasi kelompok. “Dalam satu kelompok yang terdiri 25 anggota, saya tugaskan satu orang untuk menjadi ketua grup. Di atas ketua grup, ada pembina. Pembina inilah yang memberikan informasi, arahan, dan teguran kepada pengemudi tersebut,” terangnya.
Lebih lanjut, Purnomo mengatakan, adanya ketua grup dan pembina memudahkan komunikasi antara pengemudi dengan pihak manajemen. Umumnya, tugas seperti itu menjadi tanggung jawab manajemen. “Sifat komunikasi harus dua arah. Saya rasa, jauh lebih mudah jika informasi dilakukan antar-pengemudi juga,” ucapnya memberi alasan.
Tetap saja, Purnomo berpendapat bahwa membangun service quality jauh lebih sulit dibandingkan mempertahankannya. Ini dilihat dari sifat fisiknya. Namun, untuk mempertahankannya pun diperlukan pemikiran dan ide-ide. “Sekarang, visi dan culture BBG sudah dipahami oleh semua karyawan termasuk pengemudi. Mereka sadar betul akan pentingnya memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Dengan demikian, ke depannya, BBG bisa tetap eksis,” katanya mengakhiri wawancara.
Fisamawati
Majalah MARKETING
Rabu, April 08, 2009
Kuasai Market Share Hingga 90%!
Sejak 23 tahun silam, Alfalink mantap menduduki singgasana raja di pasar kamus elektronik. Apa rahasia merek ini hingga begitu perkasa?
Yang namanya kamus bahasa umumnya identik dengan buku yang tebalnya bisa beratus-ratus halaman. Kalau sudah setebal itu, bisa dibayangkan betapa repotnya orang membolak-balik halaman hanya untuk menncari arti dari suatu kata.
Akan tetapi, di dunia bisnis peluang biasanya muncul karena adanya masalah. Melihat adanya kebutuhan konsumen yang menginginkan kepraktisan dalam membuka kamus ini, maka dibuatlah inovasi kamus elektronik berlabel Alfalink. Ya, mendengar merek Alfalink, ingatan kita tentu langsung tertuju pada sebuah perangkat kecil yang berfungsi sebagai kamus elektronik.
“Alfalink menawarkan kemudahan karena bentuknya yang mungil, juga tidak perlu repot membuka lembar per lembar hanya untuk mencari arti dari satu kata atau kalimat. Cukup menekan tombol yang ada, maka langsung terbuka segala informasi yang dibutuhkan,” kata Shian Yu, CEO PT Freshindo Marketama Corp.
Sekadar informasi, Alfalink merupakan merek lokal yang diciptakan oleh Shian Yu pada tahun 1985. Waktu itu, pasar produk kamus elektronik belum terbuka lebar. Gaungnya tak sedahsyat produk elektronik lainnya. “Manufacturing Alfalink, pasokan barang dan produksi didatangkan langsung dari Hong Kong, Taiwan, dan China. Tetapi, riset dan development-nya tetap dilakukan di Indonesia,” lanjutnya.
Di kategori kamus elektronik, kompetitor merek ini masih terbilang langka. Pasarnya cuma dihuni oleh beberapa pemain. Alfalink sendiri merupakan pionir yang nyaris menjadi pemain tunggal. Kondisi inilah yang memudahkan mereka menaklukkan pasar Indonesia. Apalagi, PT Freshindo Marketama Corp adalah salah satu distributor besar di Indonesia yang mengkhususkan diri dalam pemasaran dan pendistribusian produk perkantoran.
“Sejak 23 tahun lalu, Alfalink menjadi pelopor kamus elektronik, tidak hanya di Indonesia tapi juga di Asia Tenggara. Pemain sejenis hanya ada di China, Hong Kong, Jepang, dan Taiwan,” jelas Shian Yu. Meski brand lokal, imbuhnya, mereka mampu bersaing dengan brand luar negeri. Terbukti, di Singapura, Alfalink menduduki posisi kedua setelah market leader di negara tersebut.
Dari sisi pricing strategy, menurutnya, Alfalink satu-satunya kamus elektronik yang mematok harga paling murah dibanding lainnya. Harga yang ditawarkan berkisar Rp 89.000 hingga Rp 2 juta sesuai dengan segmen yang dibidiknya, middle-low. “Tapi sebenarnya, kami juga menargetkan segmen middle-up. Hal ini bisa dilihat dari para pengguna Alfalink yang mayoritas kalangan berpendidikan seperti pelajar, mahasiswa, dan pekerja eksekutif,” ujarnya.
Dituturkannya, bermain di pasar internasional haruslah berani menekan harga jual serendah mungkin. Strategi inilah yang diterapkan Alfalink untuk menggaet konsumen. Dengan harga murah, tapi bisa mendapatkan produk yang berkualitas. Tentunya, disertai pula dengan layanan servis dan garansi selama satu tahun. Di samping itu, Alfalink melengkapi produknya dengan fitur tambahan berupa kalkulator, penunjuk waktu, alarm, buku telepon, mesin talking, MP3/MP4, serta games. “Jadi, Alfalink bukan sekadar kamus, tapi juga mulai menjadi produk lifestyle layaknya handphone,” tegasnya.
Konsistensi harga yang ditawarkan sejak awal pun tetap diperhatikan. Meski belakangan ini terjadi kenaikan harga barang produksi di setiap lini, Alfalink tidak dengan mudah menaikkan harga produknya. Tujuannya untuk menjaga para pelanggan yang berada di kelas menengah bawah tidak beralih ke merek lain.
“Strategi lainnya adalah dengan mengikuti permintaan pasar, artinya produk selalu di up-grade sesuai kebutuhan konsumen. Apalagi, kamus sifatnya terkait dengan bahasa, yang bisa saja mengalami perubahan arti dan makna,” lanjutnya. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Alfalink melengkapi produk-produknya dengan 40 bahasa, antara lain Indonesia, Inggris, Melayu, Mandarin, dan Arab. Kini, produk Alfalink terdiri dari 30 jenis item yang berbeda-beda.
Hal lain yang mengukuhkan sepak terjang mereka adalah sistem distribusi yang rapi dan sistematis. Berkantor pusat di Jakarta, mereka memiliki kantor cabang di Bandung, Semarang, Surabaya, dan Bali, serta pusat distribusi di seluruh Indonesia untuk memudahkan coverage Alfalink. Permintaan paling banyak datang dari Pulau Jawa, selebihnya merata di tiap daerah.
Shian Yu mengatakan, ia juga tak ingin main-main dalam mendistribusikan Alfalink, khususnya di Indonesia. Mereka cuma mempercayakan produknya pada outlet-outlet yang sesuai segmen pasarnya seperti Gramedia dan Gunung Agung. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir keraguan konsumen akan layanan purnajual Alfalink. “Tujuannya untuk memudahkan konsumen jika ingin complaint atau servis Alfalink.”
Saat disinggung strategi promosi, Shian Yu mengatakan, pihaknya berpromosi melalui media cetak maupun elektronik. Namun, diakuinya, iklan Alfalink di televisi kini tidak segencar ketika masa awal launching. Promosi yang paling berpengaruh adalah lewat word of mouth. Untuk menunjang hal itu, sekarang mereka lebih memfokuskan edukasi konsumen lewat jalur below the line seperti penyebaran brosur dan katalog.
“Untungnya, masyarakat cepat memahami apa itu Alfalink. Dan menerimanya karena menyangkut kebutuhan, terutama bagi para wisatawan dan orang yang ingin pergi ke luar negeri tapi terkendala bahasa negara setempat,” terangnya.
Saat ini, Alfalink mengangkangi market share kamus elektronik di pasar domestik. Tidak tanggung-tanggung, angkanya hampir mencapai 90%! Merek ini juga merambah pasar internasional (di luar negeri, brand Alfalink tetap digunakan). Negara yang menjadi incarannya antara lain Australia, Jepang, Amerika, Malaysia, dan Singapura. Minat konsumennya cukup tinggi, khususnya bagi orang Indonesia yang berdomisili di negara-negara itu.
Tentunya, persaingan pasar di luar negeri jauh lebih ketat dibandingkan pasar Indonesia. Akan tetapi, Shian Yu tidak gentar menghadapi kondisi tersebut. Baginya, harga Alfalink yang jauh lebih murah dibandingkan produk lainnya, kualitas yang bagus, serta variasi pilihan bahasa yang memadai merupakan modal kuat untuk bersaing.
“Meski pasaran di luar negeri banyak kompetitor, tapi tidak terlalu signifikan mempengaruhi penjualan Alfalink,” katanya optimistis. Ke depannya, Alfalink menargetkan pertumbuhan sales hingga 10% per tahun. Tentunya, segmen yang akan dibidik pun akan difokuskan pada middle-up sesuai dengan pasar yang ada di Indonesia.
Fisamawati
Majalah MARKETING