Sebagai taksi kelas atas Silver Bird pun memberikan layanan berkelas. Salah satunya dengan mengoptimalkan call center.
Masih ingat bahwa Indonesia menjadi tuan rumah KTT Non-Blok pada tahun 1992? Kalau tidak ingat, setidaknya sisa-sisa kehebohan acara itu masih bisa dilihat sampai sekarang ini. Gampang saja, kalau Anda melihat taksi Silver Bird, itu adalah mantan kendaraan operasional acara tersebut.
Setelah pertemuan itu bubar, atas izin Pemda DKI, PT Silver Bird pun mengoperasionalkan 240 mobil merek Nissan Cedric itu sebagai taksi eksekutif. Kini kuantitas dan mereknya sudah bertambah.
“Sejak itu pula, call center taksi Silver Bird hadir untuk mendukung pelayanan ke konsumen. Waktu itu, masih menggunakan nomor telepon kantor lama. Dan karena jumlah taksinya juga belum sebanyak sekarang, maka call center-nya juga masih sederhana,” kata Sigit P Djokosoetono, Vice President Operational Silver Bird.
Sedari awal call center ini dikelola sendiri oleh Silver Bird. Ada beberapa poin penting yang dijadikan pertimbangan. Pertama, ini adalah salah satu keunggulan yang dimiliki Blue Bird Group, yaitu mobility call center. Dan memang cuma sedikit perusahaan taksi yang siap untuk berinvestasi untuk fasilitas ini. “Jadi, kami anggap ini sebagai bagian strategis dari sisi marketing Silver Bird,” tambah Sigit. Silver Bird juga serius menggarap call center karena bisa memberikan kontribusi sekitar 20% order.
Kedua, teknologi yang digunakan pada waktu awal sudah cukup canggih. Jadi, jika tidak menggunakan tenaga outsourcing, tidak terjadi knowledge transfer terhadap kompetitor. Di sisi lain, akan terjadi transfer ilmu di internal perusahaan taksi terbesar ini.
Terakhir, call center memiliki peranan penting dan secara langsung juga menyangkut mengenai image. Ada hubungan yang terjalin erat antara keduanya. “Sehingga, akan lebih tepat yang mengoperasikan call center ini adalah karyawan sini,” jelasnya.
Saat ini, ada 110 agen lebih dengan 4 supervisor yang menggawangi Call Center Silver Bird. Mereka terbagi dalam 3 shift dengan waktu kerja 8 jam. Namun, pada waktu peak time, ada penambahan 2 shift di antara shift lain. Misalnya, saat jam-jam pulang kantor atau pagi dini hari untuk konsumen yang ingin pergi ke bandara.
Call center ini mampu menangani sekitar 20.000 incoming call per harinya. Tentunya ini akan membuat tingkat stres para agen tinggi. “Nah, supaya hilang stresnya kami mengadakan outing setahun sekali, refreshing, dan tentunya memberikan insentif bagi ‘best agent’ lainnya,” tambah Sigit.
Segmen utama Silver Bird adalah para ekspatriat yang ada di sini. Sehingga, dalam proses rekruitmen kemampuan bahasa Inggris begitu ditekankan. Ini yang membedakan dengan para agen yang meng-handle Blue Bird. Tetapi, seiring perjalanan waktu, Blue Bird pun ternyata diminati pelanggan yang berbahasa Inggris. Akhirnya, persyaratan ini dipatok untuk semua agen tanpa kecuali. Sedangkan standar pendidikannya, minimal lulusan D3. Plus bisa mengoperasikan komputer serta memiliki karakter suara yang baik .
Setelah itu, para agen diberikan training dasar standard operation procedure sekitar dua hari. Selanjutnya, training berbentuk simulasi termasuk mendengarkan rekaman masuk. Tahap berikutnya, adalah training dalam bentuk tandem. Agen junior mendengarkan agen yang sudah berpengalaman saat menangani konsumen. Baru setelah itu mereka praktik sendiri, namun masih tandem dengan model terbalik. “Tahap ini agen baru menangani incoming call dengan diawasi oleh supervisor atau senior. Baru setelah lancar baru dilepas sendiri,” papar Sigit.
Ketika membangun call center ini, Silver Bird berinvestasi cukup besar. Sekitar Rp 5 miliar dikucurkan, untuk reservation system diperkirakan menelan Rp 2 miliar lebih. Belum termasuk server komputer dan PABX yang sudah berganti dua kali karena ekspansi dan persiapan kapasitas. Sigit menekankan, investasi yang tersebut di atas belum termasuk untuk SDM. “Belum termasuk biaya training, seminar, dan memberi gaji pada para agen.”
Setidaknya ada lima layanan pemesanan yang diberikan oleh call center ini, yakni untuk Blue Bird, Silver Bird, Golden Bird, Big Bird, dan Customer Care. Sedangkan jenis layanannya sendiri adalah pemesanan, pengecekan, dan komplain.
Hampir seluruh incoming call (sekitar 95%) adalah pemesanan taksi. Selebihnya adalah komplain yang disambungkan ke layanan Customer Care. Biasanya, komplain berkisar mengenai kegagalan penjemputan, keterlambat menjemput, pelayanan pengemudi yang tidak tahu jalan, dan komplain jenis kendaraan.
Penanganan oleh Customer Care lebih bersifat mencatat dan memberikan solusi pertama permasalahan si penelepon. Yaitu, melakukan koordinasi dengan pool, mengecek pengemudi, kemudian akan diteruskan ke bagian yang disebut Customer Response Care (CRC). CRC ini masih menjadi bagian call center, tetapi tidak menerima layanan pemesanan taksi melalui telepon. Jadi, khusus untuk handling complaint yang diterima dari Customer Care.
Supaya lebih cepat menangani pemesanan dan meminimalkan komplain, sekarang call center ini dilengkapi dengan GPS System, MDT maupun Voice. Kemudian sedang dipersiapkan IVR System dan CTI. Semua sistem ini akan diintegrasikan, dan selanjutnya dikembangkan sistem SMS dan nomor registrasi taksi untuk mempermudah pemesanan.
“Untuk itu, target kami adalah membedakan sistem-sistem yang ada, optimalisasi service level, pengembangan channel pemesanan melalui web. Dan kuncinya tetap konsisten, komitmen, dan monitoring,” kata Sigit. Intinya, semakin mudah orang memesan taksi, semakin banyak pula keuntungan yang datang.
Ign. Eko Adiwaluyo
Liputan: Fisamawati
Majalah MARKETING
Jumat, Januari 30, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar