Jumat, Maret 20, 2009

Kuasai Pasar dengan 7 Langkah

Jumat, Maret 20, 2009
Bagi Asaba, menggarap pasar B2B tidaklah mudah. Butuh strategi jitu memenangkan pasar. Tujuh langkah pun diterapkan. Seperti apa?

Persaingan di bisnis perlengkapan kantor tidak bisa dikatakan sepele. Kendati jumlah pemainnya tidak terlalu banyak, tapi persaingan di antara para pemain tergolong ketat. Begitulah situasi yang dihadapi Asaba saat ini. “Beruntung kami merupakan perusahaan utama di bidang ini, jadi tak perlu khawatir,” kata Irene Sugiarto, Product Manager PT Asaba.

Sekadar informasi, Asaba Group terbentuk pada 11 Mei 1974, namun mereka sudah mendistribusikan alat-alat kebutuhan kantor sejak tahun 1962. Perusahaan ini sekarang telah menjema menjadi perusahaan yang memiliki reputasi terbaik di bidangnya dengan menonjolkan keunggulan berbisnisnya, yaitu di alat-alat kantor.

Asaba Group terdiri dari lima divisi, yaitu: office equipment and stationery, information technology, manufacturing, distribution, dan food industry. Yang mereka pasarkan cukup beraneka ragam, utamanya alat-alat kantor seperti pensil Staedler, pulpen Zebra, staples Max. Termasuk pula menyediakan mesin fotokopi, layanan jasa komputer, serta ritel.

Sementara itu, PT Asaba—anggota Asaba Group—terus bertumbuh seiring waktu. Dari semula hanya menyediakan alat-alat perkantoran, kini mereka menjadi pemain yang berpengaruh di bisnis kebutuhan kantor, manajemen data, sistem keamanan, sistem survei, dan sebagainya.

Di divisi peralatan kantor, jelas butuh teknik tersendiri dalam memasarkan produk. Maklum, karakteristik produk dan target pasarnya berbeda dari produk massal lainnya. Dari segi target market, misalnya, Asaba menggarap segmen korporat atau pasar Business-to-Business (B2B). Untuk itu, mereka membangun jaringan pemasaran yang efisien di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Balikpapan.

“Biasanya, segmen yang menjadi fokus pemasaran kami adalah kalangan menengah ke atas. Jadi, untuk bisa masuk, harus melalui orang dalam yang mempunyai pengaruh di perusahaan tersebut, misalnya langsung ke jajaran direktur. Oleh karena itu, agar berhasil, dibutuhkan pendekatan pemasaran yang khusus guna meyakinkan mereka akan kualitas produk yang ditawarkan,” ungkap Irene. Merek produk yang dipasarkan di sini antara lain Ibico, Dahle, Kobra, Uchida, KW Trio, dan Deli.

Dalam menggarap B2B, lanjut Irene, Asaba menerapkan tujuh langkah, antara lain melakukan branding the people, brand architecture, audience identification, brand positioning, brand personality, dan konsisten. Dipaparkan Irene, faktor-faktor ini penting jika dilihat dari perbedaan pasar B2B dengan B2C, di mana para karyawan harus bisa mempresentasikan brand promise-nya. Kemudian, dari situlah brand Asaba bisa digaungkan.

PT Asaba pun gencar melakukan komunikasi terhadap para karyawannya. Di benak karyawan, harus tertanam pemahaman bahwa produk Asaba merupakan produk yang unik. Jika dalam diri karyawan sudah ada pemahaman itu, maka secara tidak langsung mereka akan “menularkannya” pada pelanggan yang ditemui. “Ini pun didukung dengan langkah brand personality, di mana kepribadian karyawan bisa mempengaruhi citra produk dan perusahaan,” ujarnya.

Dilanjutkan Irene, langkah lainnya adalah melakukan identifikasi terhadap pelanggan. Hasil identifikasi berhubungan langsung dengan positioning yang dimiliki Asaba. Tentunya, ini harus diimbangi dengan konsistensi awal saat memulai kerja sama dengan pihak lain. “Jangan sampai, pelayanan yang kita janjikan pertama kali tidak dilakukan pada proses berikutnya. Ini bisa membuat customer menjadi kecewa, terutama dari segi kualitas produk,” tegasnya.

Ia pun tak memungkiri, sejumlah perusahaan yang menggarap pasar B2B, sering kali mengabaikan arsitektur merek (brand architecture). Apalagi, perusahaan ini mengeluarkan bermacam-macam merek sehingga perlu ada sinergi antara merek satu dengan yang lain. Baginya, arsitektur merek sangat penting guna menjaga citra perusahaan secara global.

“Oleh karena itu, sebelum fokus terjun ke segmen B2B, perlu dilakukan pemisahan kategori untuk segmen yang akan dituju dengan membuat cluster-nya. Ini bisa dilakukan dari database yang ada, sehingga tahu target customer-nya. Setiap waktu, Asaba selalu memperbaharui database pelanggan, mana yang potensial dan tidak,” jelasnya.

Guna melebarkan sayap, imbuh Irene, Asaba mulai merambah ke mesin cetak digital dengan memanfaatkan jaringan yang ada dan para pelanggan. Dari data yang diperoleh, tingkat penjualan di segmen B2B saja bisa mencapai 60%. “Perbedaan kualitas produk Asaba jauh lebih baik dibandingkan kompetitor. Untuk disebut kompetitor pun (mereka) tidak bisa, karena beda level,” klaim Irene.

Ini pulalah yang membuat Asaba tertarik untuk bermain di segmen B2B. Salah satu alasan Asaba lebih fokus di pasar B2B karena adanya perbedaan pemikiran antarsegmen—khususnya dengan segmen eceran. “Segmen eceran masih menggunakan pemikiran tradisional. Lagi pula, untuk ke depannya pasar B2B jauh lebih bagus,” tambahnya.

Diceritakan Irene, lazimnya untuk mencapai kesepakatan bisnis antara kedua belah pihak, pihaknya harus melewati beberapa tahapan proses seperti pengajuan proposal, presentasi, dan transaksi. Namun, setiap pelanggan memiliki karakter yang berbeda-beda dalam memilih dan membeli produk kebutuhan kantornya. Ada yang menginginkan kualitas, ada juga yang mengedepankan harga murah. “Pintar-pintar sales force-nya saja mengambil hati customer. Maka, kami pun membekali mereka dengan product knowledge. Termasuk strategi dalam memberikan diskon dan jaminan,” ujarnya.

Asaba sendiri pun terbilang royal dalam memperlakukan pelanggannya. Momen-momen istimewa seperti Tahun Baru, Natal, dan Idul Fitri selalu mereka manfaatkan untuk mempererat hubungan kerja sama. Belum lagi pemberian spesial gift bagi customer yang membeli produk dalam jumlah banyak disertai service.

Dengan segala upaya di atas, tidak mengherankan jika pertumbuhan bisnis Asaba dari tahun ke tahun terus meningkat. Setiap hari selalu saja ada transaksi penjualan yang menggelembungkan omzet perusahaan.

Irene menuturkan, kiatnya dimulai dari pengembangan sumber daya manusianya lebih dulu, baru kemudian bisa mengetahui karakteristik dan permintaan customer terhadap produk Asaba. “Dan satu hal yang penting, selalu adakan evaluasi berkala untuk mengontrol kinerja yang telah dilakukan,” tandasnya.

Fisamawati
Majalah MARKETING

0 komentar:

 
◄Design by Pocket