Selasa, Maret 31, 2009

Walau Telat, Peluang Masih Terbuka

Selasa, Maret 31, 2009

Setelah menghilang pada akhir 1990-an minuman isotonik, Gatorade belum lama ini muncul kembali. Apa strateginya agar tidak hilang untuk kedua kalinya?

Bagi penggemar minuman sport, nama Gatorade tentunya sudah tidak asing di telinga mereka. Maklum, produk sport drink keluaran Pepsi ini masuk dalam peringkat satu skala dunia dan dijual di lebih dari 80 negara.

Namun, banyak yang menanyakan mengapa Gatorade “Hadir kembali”—begitu slogan yang diusungnya—di Tanah Air setelah hengkang pada akhir 1990-an. Padahal, saat ini produk minuman isotonik sudah penuh sesak oleh berbagai merek. Sebut saja Pocari Sweat, Vitazone, Mizone, dan masih banyak lainnya.

“Tepatnya dua tahun lalu, Pepsi Cola membawa lagi Gatorade ke pasar Indonesia. Waktu itu, ada beberapa alasan Gatorade tidak dipasarkan, salah satunya adalah kondisi perekonomian di Indonesia yang tidak stabil,” terang Amit Bose, Marketing Director PT Pepsi Cola Indobeverages.

Bose—begitu ia biasa disapa—percaya kehadiran Gatorade di Indonesia bisa diterima dengan baik. Apalagi, lanjutnya, Indonesia sendiri masuk ke dalam kategori pasar minuman isotonik terbesar di Asia. Oleh karena itu, meskipun kedatangannya tergolong telat dibandingkan kompetitor, ia tetap optimistis. “Gatorade tetap punya potensi penjualan yang tinggi. Itulah sebabnya, Pepsi Cola me-relaunch Gatorade di sini,” imbuhnya.

Sekadar mengingatkan, minuman isotonik Gatorade ini pertama kali ditemukan oleh Dr Robert Cade dan rekan-rekannya. Ide menciptakan minuman isotonik bermula saat dirinya mengamati tim sepak bola di kampusnya. Cade menemukan fakta bahwa setelah bertanding selama tiga jam, setiap pemain rata-rata kehilangan 8 kg kandungan air atau sekitar 90-95% di bagian tubuhnya.

Gatorade muncul pada tahun 1965 di Florida. Produk ini merupakan minuman yang diformulasikan secara ilmiah, yang dapat menghilangkan dahaga serta mengembalikan cairan tubuh dengan campuran unik bersumber dari karbohidrat dan elektrolit. Gatorade diklia sebagai market leader di kategori minuman sport, khususnya minuman isotonik.
Meski berjaya di luar negeri, upaya memasarkan Gatorade di sini tidaklah mudah. Pasalnya, tak banyak masyarakat yang mengingat Gatorade secara utuh. Di benak mereka mungkin masih ada yang ingat bentuk iklannya tapi lupa nama mereknya, atau sebaliknya. Untuk itu, terang Bose, Gatorade mengubah bentuk iklan dan kemasannya.

Ada dua cara yang digunakan Gatorade dalam strategi komunikasinya. Pertama, menginformasikan serta mendidik masyarakat tentang keunggulan Gatorade, baik dari sisi manfaat maupun teknik pembuatannya yang berdasarkan teknologi laboratorium. Kedua, memperkenalkan lebih lanjut kepada masyarakat bahwa Gatorade sudah hadir kembali dan tersedia di Indonesia.

Ini dilakukan dalam berbagai bentuk promosi, baik lewat media massa dan aktivitas tertentu, misalnya berpartisipasi dan menjadi sponsor dalam event yang berkaitan dengan olahraga seperti sepak bola dan basket. “Selain itu, kami menjalin kerja sama dengan beberapa fitness center,” paparnya.

Tidak mau tanggung-tanggung, Gatorade juga memperkuat image-nya sebagai minuman isotonik para juara dengan menggandeng Suryo Agung Wibowo—peraih medali emas cabang lari 100 meter di SEA Games 2007—sebagai duta atlet Gatorade Indonesia. Di tingkat dunia, duta Gatorade merupakan atlet-atlet terbaik di cabangnya. Umpamanya Maria Sharapova, atlet asal Rusia dari cabang tenis; Ronaldinho (Brasil) dan Frank Lampard (Inggris) dari cabang sepak bola; serta Tiger Woods, atlet berpenghasilan tertinggi di dunia dari cabang golf. “Kami fokus pada minuman sport, itulah kekhasan kami dibanding minuman isotonik lainnya,” kata pria asal India ini.

Dipaparkan Bose, sebenarnya pasar yang dibidik Gatorade tak sebatas kalangan atlet saja. Sebab, target market Gatorade secara umum adalah konsumen berusia 17-32 tahun. Biasanya, produk ini lebih banyak dikonsumsi oleh laki-laki daripada perempuan. Selain itu, Gatorade juga dikhususkan bagi konsumen yang memedulikan kesehatan serta memiliki aktivitas yang tinggi.

Lantas, bagaimana dengan rasa yang ditawarkan? Ada tiga varian rasa berbeda yang diperkenalkan ke publik, yaitu: orange grapefruit, lemon lime dan blue raspberry. “Kami pastikan di semua negara sama. Untuk warna tampilan Gatorade di Indonesia, kami pilihkan sesuai dengan penyebaran Gatorade di dunia. Di mana warna-warna tersebut telah ada sebelumnya,” ucapnya. Begitu pula untuk masalah harga, Gatorade mengikuti harga pasar yang beredar di masing-masing negara. Gatorade kemasan kaleng dijual seharga Rp 3.400, sedangkan kemasan dibanderol Rp 4.800.

Sejak peluncuran ulangnya Mei lalu, pemasaran Gatorade sudah merambah Jakarta. Produk ini bisa ditemukan di swalayan-swalayan dan secepatnya akan melakukan penyebaran distribusi secara nasional. Namun, saat disinggung tentang market share, Bose enggan menyebutkannya. “Kami baru memulai. Saya pikir masih terlalu dini untuk memetakan market share kami,” tegasnya.

Diakuinya, memunculkan merek yang pernah ada sebelumnya jauh lebih sulit dibandingkan membuat satu merek baru. Kesulitan itu berasal ketika memberikan pemahaman kepada konsumen bahwa Gatorade adalah yang terbaik. Untungnya, permintaan konsumen terhadap Gatorade masih tinggi. “Pada saat menghilang dulu, dari data riset mengemukakan bahwa konsumen tetap mengenang hal-hal positif dari Gatorade. Bahkan, hal terkecil pun mereka masih ingat. Seandainya tidak ada citra positif di mata konsumen, mungkin kami mencanangkan slogan ‘Kami kembali’,” papar Bose.

Untuk mempertahankan eksistensinya di masa yang akan datang, dan belajar dari pengalaman sebelumnya, Bose mengatakan, antisipasi yang dilakukan adalah dengan menginvestasikan dana yang cukup besar di pasar Indonesia. “Adanya dukungan financial, promosi, brand, dan potensi pasar yang bergerak positif merupakan kombinasi strategis terbaik guna mempertahankan merek Gatorade,“ tandasnya.

Sementara itu, pengamat pemasaran Bambang Bhakti mengatakan bahwa peluang Gatorade saat ini masih terbuka, meskipun sudah didahului pemain sejenis. Ia menilai, alasan dasar Gatorade menghilang dulu lebih disebabkan krisis ekonomi semata. “Tapi, sekarang Gatorade bisa diuntungkan dengan kondisi pasar dewasa ini. Pasar minuman isotonik sudah banyak dididik sehingga memudahkan Gatorade dalam mengedukasi minuman isotonik,” ujarnya.

Hanya saja, tambah Bambang, Gatorade harus menguatkan positioning-nya agar bisa bersaing dengan kompetitor. “Apakah image ‘orang berkeringat’ hanya atlet saja? Bagaimana dengan pekerja yang letih? Pasti juga berkeringat. Ini harus dijelaskan Gatorade,” lanjutnya. Menurut Bambang, ada tiga strategi yang harus dilakukan Gatorade untuk menguasai pasar, yakni: sistem distribusi, tampilan kemasan di outlet, dan harga.

Fisamawati
Majalah MARKETING

0 komentar:

 
◄Design by Pocket