Infomedia mampu mencatat pertumbuhan yang ciamik dalam dua tahun terakhir. Seperti apa kisahnya?
Mungkin sebagian besar pembaca sudah cukup akrab dengan beberapa call center yang punya nomor cantik seperti 14041; 14042; dan 14045. Asal tahu saja, nomor-nomor dengan “lima digit” itu mereka dapatkan dari Infomedia. Anak perusahaan Telkom ini memang memiliki lisensi dari Departemen Komunikasi & Informasi RI untuk menggunakan nomor-nomor tertentu.
“Jadi, untuk mendapatkan nomor cantik, dari sisi prosedur kami tidak kesulitan,” kata Angger Pramunditto Direktur Contact Center PT Infomedia Nusantara.
Namun, bukan cuma itu yang mereka sediakan. Sebab, sebagai provider call center paling berpengaruh di industri ini, Infomedia menawarkan “total solution”. Mulai dari layanan inbound dan outbound melalui telepon, SMS, email, website, dan chatting; perangkat hardware & software; jaringan komunikasi data & voice; hingga sumber daya manusia (SDM).
“Dari sisi teknologi, Infomedia selalu menggunakan teknologi terbaru dan selalu di-update dari tahun ke tahun sehingga informasi apa pun yang diinginkan customer bisa dipenuhi. Selain itu, kami juga menyediakan layanan directory assisted services di seluruh Indonesia,” imbuh Angger.
Saat ini, terdapat sekitar 16-20 perusahaan yang ber main dalam industri jasa call center di Indonesia. Tingkat persaingannya sangat ketat, terutama dari sisi harga. Infomedia sendiri merupakan market leader yang menguasai sekitar 50% pangsa pasar.
Target pasarnya adalah multi industri, khususnya di industri telekomunikasi dan banking. Kini, mereka sudah melayani lebih dari 30 perusahaan dengan beragam layanan. Sebut saja Bank Niaga, Bank Lippo, Garuda Indonesia, McDonald’s untuk delivery order, Bank Bukopin (Hallo Bukopin 14005), dan masih banyak lagi.
Angger menuturkan, SDM di Infomedia terbagi dua: organik dan anorganik. Organik adalah SDM yang terlibat langsung di Infomedia dan berjumlah 70 orang. Sedangkan anorganik adalah 6.800 SDM yang tersebar di Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, Denpasar, dan Makassar.
Dalam pengelolaan SDM ini, lanjutnya, Infomedia bekerja sama dengan 11 provider SDM. Biasanya, setelah mengajukan permintaan SDM (agen) dalam jangka waktu tertentu, Infomedia ikut terlibat dalam proses seleksi seperti psikotes, tes vokal, dan skill. Kemudian dibuat perjanjian kerja agar pengelolaan serta pengawasan terhadap mereka bisa lebih mudah. “Setiap dua tahun sekali dilakukan evaluasi kerja agen. Jadi, kami bisa controlling. Jika kinerja yang dihasilkan bagus, maka akan diperpanjang kontraknya.”
Dalam proses rekrutmen, kriteria standar yang ditetapkan Infomedia adalah minimal pendidikan D3, berusia maksimal 27 tahun, dan memiliki kemampuan bahasa yang baik. Sedangkan untuk jenis kelamin laki-laki dengan perempuan tidak terlalu mempengaruhi, kecuali dari segi jam kerja malam saja. Secara umum, perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 53:47.
Kriteria SDM juga disesuaikan dengan jenis layanan dan requirement klien. Biasanya saat planning, klien menjelaskan keinginan mereka dan pihak Infomedia lalu memenuhi permintaan itu. Contohnya untuk Mead Johnson, dibutuhkan SDM yang mengerti nutrisi; di banking biasanya berlatar pendidikan ekonomi; dan di Sony Ericsson, SDM-nya harus mengerti IT.
Ditambahkan Angger, training dari Infomedia berupa “inisiasi” atau pengenalan kepada calon agen tentang call center dan seperti apa bekerja di call center. Misalkan ia harus menjawab telepon dengan ramah dan peraturan-peraturan lainnya. “Sementara training dari klien berupa pengenalan produk. Waktu training untuk inisiasi dan pengenalan produk, jika berjumlah 75 orang sekitar 1-2 minggu,” katanya.
Yang jelas, bagi Infomedia, SDM merupakan “senjata utama” dalam call center. Membangun call center berarti juga membangun SDM. Karena itu, kemampuan agen dalam menguasai product knowledge, meng-handle pelanggan, serta penguasaan tata bahasa yang baik merupakan prasyarat utama karyawan call center. Dengan kriteria ini, perusahaan pengguna jasa call center bisa berkonsentrasi penuh pada core business-nya.
Kepercayaan klien terhadap Infomedia juga sangat diperhatikan. Terbukti, perusahaan yang beroperasi sejak 1996 ini mampu menjaga kerahasiaan klien selama bertahun-tahun. Sebab, para agen call center hanya bisa membaca data, tetapi tidak bisa masuk ke dalam sistem.
Lantas, apa tantangan yang dihadapi Infomedia dalam mengelola call center? Jawabannya adalah kesulitan dalam mencari SDM. Hal seperti ini bisa terjadi jika klien ingin men-set up suatu call center dalam ukuran besar dalam waktu singkat. Karena permintaan itu harus bisa dipenuhi, akhirnya berdampak pada notasi yang mahal.
“Umumnya, biaya call center adalah 60-70% di SDM. Dan SDM tersebut bisa mendukung jika kondisi lingkungannya, seperti tempat makan, terjangkau— baik dari sisi letak maupun biaya,” papar Angger. Jadi, kesulitan utama adalah dalam mencari SDM. Tantangan lain, imbuhnya, adalah mencari customer baru dan mempertahankan atau meningkatkan service level garansi kepada klien.
Perkembangan Infomedia sampai saat ini sangat menggembirakan. Infomedia ternyata juga bukan hanya mampu menyuplai nomor-nomor cantik. Tingkat pertumbuhannya dari tahun ke tahun pun makin “cantik”. Menurut Angger, angkanya bisa mencapai 80%. Bahkan, pada tahun 2006 mencapai 115% dan tahun 2007 mencapai 316%.
Tahun ini, ia menargetkan jumlah customer bertambah sekitar 10-20%, dan menerapkan inovasi-inovasi produk baru yang bisa membantu calon-calon klien bisa menekan cost. “Untuk mencapai itu, tentu ada pelatihan-pelatihan internal untuk organik dan anorganik secara kontinyu. Karena ‘mesin uang’ ada pada para SDM itu.”
David S Simatupang
Laporan: Fisamawati
Kamis, November 27, 2008
Bukan Cuma “Cantik” di Nomor
Pusat Layanan Informasi AIDS
Call Center KPA Nasional semakin ramai dihubungi setelah banyak yang mengetahuinya. Informasi dasar tentang HIV AIDS paling banyak ditanyakan.
Jika Anda belum pernah mendengar tentang Call Center Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, sekaranglah saatnya Anda mengenalnya. Layanan ini beroperasi sejak tahun 2006 dengan tujuan memberikan informasi mengenai HIV AIDS kepada masyarakat.
Seperti kita ketahui, selama ini masyarakat memandang HIV AIDS sebagai penyakit kutukan dan dianggap sebagai aib. Sehingga, tak jarang penderitanya menutup diri dari pergaulan umum. Di situlah peranan KPA Nasional amat dibutuhkan, mengingat perkembangan penderita HIV AIDS di Indonesia cukup tinggi, terutama Papua, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali.
Adapun nomor Call Center KPA Nasional yang dihubungi adalah (021) 3901758. “Atau, bisa menghubungi saya di nomor 0811984144,” kata Ajianto Dwi Nugroho, Media Specialist KPA Nasional. KPA Nasional membagi-bagikan nomor ini melalui selebaran dan poster.
Selain itu, nomor tersebut juga bisa didapatkan apabila mengakses www.aidsindonesia.or.id. “Kami tidak menggunakan nomor cantik untuk layanan ini karena dikelola dengan nomor kantor. Mereka umumnya langsung menelepon ke kantor. Kalau pun mereka mengontak ke ponsel saya, pasti akan saya jawab juga,” tutur Ajianto.
Karena KPA merupakan lembaga negara, pengoperasian call center -nya bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan KPA provinsi, serta KPA kabupaten/kota. Pendanaannya 30% dikeluarkan dari anggaran pendapatan dan belanja negara, sisanya didapat dari LSM, KPA provinsi dan kabupaten, juga donatur.
Namun, mengingat banyaknya masyarakat yang lebih mengetahui KPA Nasional daripada KPA provinsi atau kabupaten/kota, maka Call Center KPA Nasional memberikan rujukan kepada penelepon untuk menghubungi KPA terdekat.
Untuk Call Center KPA Nasional, sejauh ini dioperasikan sesuai jam kerja kantor. “Sementara, masyarakat bisa menghubungi nomor ponsel saya selama 24 jam penuh,” tegas Ajianto. Dalam sehari, call center ini menerima rata-rata 5 call in. Setiap call memakan waktu antara 15-30 menit. Pertanyaan yang paling sering dilontarkan adalah apakah HIV AIDS bisa disembuhkan, bagaimana cara penularannya, soal bahaya HIV AIDS, dan apa obatnya.
Dari sisi usia, yang menghubungi mayoritas dari mereka adalah remaja antara 15-25 tahun. Yang menarik, dalam berkonsultasi, remaja-remaja itu menceritakan sebuah kasus dengan dalih kasus tersebut sedang mendera teman mereka. Padahal, bisa dipastikan bahwa kasus itu menimpa mereka sendiri.
“Di Call Center KPA Nasional ini ada dua orang yang bertugas, saya sendiri dan seorang lagi teman saya,” ucap Ajianto. Apakah tidak terlalu sedikit? Ia menjawab, “Saya rasa tidak, karena ini sifatnya hanya mengenai isu kesehatan.”
Ajianto menambahkan bahwa dahulu informasi mengenai HIV AIDS masih sangat tertutup. Sekarang layanan seperti ini sudah dibuka. Sekarang hampir semua KPA di provinsi sudah memiliki pusat layanan semacam ini. Di kabupaten/kota saja ada 105 layanan, yang semuanya di bawah koordinasi KPA Nasional.
Menyangkut kriteria sumber daya manusia, setidaknya petugas Call Center KPA Nasional memahami perihal HIV AIDS. “Yang pasti, pusat layanan informasi ini diminati masyarakat. Semakin banyak orang yang mengetahui call center ini, semakin banyak pula yang menghubungi,” tandas Ajianto.
Hotline AIDS
Tidak hanya untuk kepentingan bisnis, call center pun bisa dimanfaatkan untuk misi sosial. Hal ini pernah diungkapkan oleh pengamat teknologi informasi Richardus Eko Indrajit, bahwa tren call center nantinya akan berfungsi sebagai knowledge center seperti yang terjadi di Amerika Serikat.
Satu contoh yang bisa kita telaah adalah Hotline AIDS di bawah pengelolaan Pokdisus (Kelompok Studi Khusus) AIDS yang mulai dioperasikan pada tahun 1993. Ide pembuatan hotline muncul ketika kebutuhan masyarakat akan informasi seputar AIDS terus meningkat. Ide itu kemudian diwujudkan berkat kerja sama Pokdisus AIDS dengan radio Prambors, Telkom, dan Multipolar (Lippo Group).
Lalu, pada tahun 1995, Pokdisus AIDS mulai membuka hotline-nya secara langsung tanpa bekerja sama dengan pihak lain. Mulai saat itu konten layanannya menjadi lebih segar karena penelepon bisa berkonsultasi secara langsung. Hotline AIDS buka setiap hari yang dilayani dengan 7 line sehingga bisa menerima 7 penelepon sekaligus.
Karena bermisi sosial, Hotline AIDS dikelola secara client oriented. Pengembangan layanannya dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan lembaga. Selama ini, meski berada di bawah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Hotline AIDS dijalankan atas pendanaan self finance.
Purjono Agus S.
Liputan: Fisamawati
Rabu, November 26, 2008
Helmy Anam: Punya Tim Solid
Berlatar belakang pendidikan komunikasi serta jebolan S2 Manajemen Komunikasi di Inggris, menjadikan Helmy Anam amat pas menduduki posisinya sekarang. Akan tetapi, jabatannya sebagai Head of Marketing Communication di PT Acer Indonesia itu punya tantangan tersendiri. “Tantangannya lebih mengarah pada penerapan ilmu komunikasi yang telah didapat ke perusahaan-perusahaan yang berbeda,” kata perempuan yang terlihat fresh dengan rambut pendeknya ini.
Selain challenging, ungkap Helmy, dunia marketing berbeda dengan profesi lain. Ini bisa dilihat dari banyaknya pengalaman yang terus bertambah setiap harinya. Menurutnya, belajar tidak hanya dari buku-buku saja, tetapi bisa didapat dari pengalaman seseorang. “Dan pastinya, marketing tidak monoton duduk di belakang meja saja,” kata pemilik sifat balance dalam kesehariannya ini.
Profesi Helmy pun tak lepas dari dukungan keluarga seperti suami dan ketiga anaknya. Ini dibuktikan dengan persamaan pandangan dengan sang suami, bahwa pernikahan adalah partner. Ditambah lagi, ketiga putranya yang berusia 7, 5 dan 3 tahun terbilang anak yang mandiri. “Jadi saya punya tim solid,” candanya.
Sejak bergabung dua tahun silam di PT Acer Indonesia, Helmy mengaku lebih banyak mengenyam suka ketimbang duka. Seperti pada malam di pertengahan Februari lalu, merek asal Taiwan ini sukses meraih Top Brand Award 2008. “Ini merupakan buah dari dedikasi panjang kami. Hasil survei dan koresponden yang dilakukan berdampak pada peningkatan kredibilitas perusahaan. Ini bisa mewujudkan misi Acer ke depannya,” ujarnya.
Fisamawati
Dinna Olivia: Dapat Tantangan Baru
Krisis kepercayaan diri bisa hinggap pada siapa saja, termasuk artis cantik Dinna Olivia. Beruntung, ia bisa cepat menyadari potensi dan bakatnya di dunia entertainment yang kemudian menghantarnya sebagai penerima penghargaan “Pemeran Utama Wanita Terbaik” di ajang Indonesian Movie Award (IMA) 2008.
Tak hanya itu, kini, gadis kelahiran 8 Februari 1983 ini dipercaya menjadi duta Kotex—merek pembalut wanita dari PT Kimberly-Clark Indonesia. “Saya senang menjadi brand ambassador Kotex karena bisa mengekspresikan diri. Dari sini saya banyak mendapat arahan dan masukan positif untuk menunjukkan jati diri sehingga mengerti apa yang dimaksud smart, bold, dan daring,” ungkap Dinna yang dijumpai di EX Plaza Indonesia, Jakarta Pusat.
Lebih lanjut, ia akan mengikuti serangkaian kegiatan kampanye Kotex bertajuk “Be You” di beberapa kota besar yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Baginya, kegiatan kampanye tersebut bisa menjadi sarana sharing dengan remaja puteri lainnya.
Artis yang pernah membintangi sederet iklan seperti Sari Ayu Martha Tilaar, Ericsson T10s, dan Ferrero Roche Hong Kong ini mengaku senang akan tantangan baru. Hal itu terlihat dalam TVC Kotex. “Ada adegan saya menunggang kuda dengan memakai gaun panjang. Padahal itu belum pernah saya lakukan sebelumnya,” aku perempuan yang memiliki tinggi badan 172 sentimeter ini.
Alhasil, ia pun harus menjalani kursus kilat menunggang kuda sekitar empat jam di lokasi syuting. Untungnya, kuda yang menjadi “partnernya” tergolong jinak, jadi tak ada adegan jatuh-jatuh. Pemeran film 30 Hari Mencari Cinta ini menjelaskan, awalnya ia harus mengerti gerak-gerik kuda, dibelai, sampai diajak bicara. “Saya sampai kasihan sama kudanya karena syuting dari pagi hingga sore,” katanya mengakhiri.
Fisamawati
TENTANG FISA & PERCIK MEDIA
Sebagai seorang jurnalis, saya memiliki komitmen untuk senatiasa memberikan informasi kepada para pembaca. Untuk itu, dalam wadah blog ini, saya mencoba menghadirkan sejumlah artikel yang saya tulis dari versi cetak ke online.
Melalui percikmedia.blogspot.com, Anda bisa mendapatkan data baik artikel lawas maupun terkini sebagai bahan referensi. Selain memperoleh artikel, Anda bisa juga berinteraksi langsung dengan saya, selaku pemilik dan penulis blog ini.
Pada prinsipnya, selain ingin memberikan nilai tambah yang bermanfaat bagi Anda. Namun, saya pun berharap blog ini juga memberikan feedback bagi saya ke depannya. Oleh karena itu, Anda bisa memberikan komentar, masukan, sharing pengalaman, atau sakadar mengikuti polling.
Semoga artikel di percikmedia.blogspot.com mampu memberikan inspirasi bagi Anda. Selamat Membaca!
Kamis, November 13, 2008
Asianti Sukendar: Layaknya Persimpangan Jalan
Keberhasilan karier perempuan yang satu ini patut mendapat acungan jempol. Ada sekelumit cerita yang menghantarnya ke posisi Marketing Director PT Mead Johnson Indonesia. “Layaknya persimpangan jalan, saya dihadapkan pada pilihan sulit. Maklum saja, waktu itu saya baru memiliki anak yang membutuhkan perhatian ekstra. Saya harus memilih antara berhenti bekerja lalu fokus mengurus anak atau sebaliknya,” ungkap Asianti Sukendar.
Kedua pilihan tersebut bukanlah tanpa sebab. Faktor pemicunya adalah perasaan jenuh yang hinggap pada perempuan kelahiran 28 November 1961. Ini bisa dirunut dari sepak terjang kariernya ketika terjun ke dunia marketing. Asianti pernah bergabung denganPT Nestle Indonesia dan PT Danone. Jika ditotal, di Nestle saja Asianti bergabung selama 18 tahun.
Namun, lanjut Asianti, belum sempat mengambil pilihan, datang tawaran dari Mead Johnson. Alhasil, ia pun memupuskan keinginannya untuk berhenti bekerja. “Ini merupakan sebuah tantangan baru bagi saya. Artinya, saya harus bisa memokuskan diri pada dua kesibukan yang berbeda. Untungnya, kedua orang tua saya sudah menerapkan hal ini pada saya. Jadi, saya tinggal mengambil contoh bagaimana cara mengatur waktu antara karier dan keluarga agar selaras,” ujar perempuan berkaca mata ini.
Kini, Asianti bisa bernafas lega. Keputusannya untuk tetap berkarier, ternyata, tak harus menanggalkan sosoknya sebagai seorang ibu pada umumnya. “Program-program kerja di Mead Johnson tak terlepas dari peran serta ibu-anak. Bahkan event yang digelar pun mengusung konsep keluarga, seperti Enfa SmA+rt Adventure. Sambil bekerja, bisa mengajak anak bermain, ” pungkasnya.
Fisamawati
Shahnaz Haque: Bersemangat Merubah Hidup
Perempuan merupakan insan yang memiliki kemampuan luar biasa dalam dirinya. Namun, seringkali kemampuan tersebut terpendam, bahkan terabaikan karena prioritas yang ada. Berlatar belakang itulah, artis dan presenter cantik Shahnaz Haque bersemangat untuk merubah hidup perempuan dan keluarganya menjadi lebih baik.
“Semangat itu tak pernah padam. Apalagi setelah menyandang Duta 3E Tupperware Indonesia, dimana filosofi hidup saya dengan pihak Tupperware memiliki kesamaan,” kata Naz – panggilan akrabnya. Perempuan kelahiran Jakarta, 1 September 1972 ini, menjelaskan, filosofi yang dimaksud tertuang dalam program “3E” yakni enlighten (pencerahan); educate (pembelajaran); dan empowerment (pemberdayaan).
Naz pun menyadari bahwa menyandang duta bukanlah perkara mudah. Istri drummer Gilang Ramadhan ini memiliki fokus kegiatan untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada anak dan remaja khususnya remaja putri. “Tujuannya adalah membangun generasi penerus yang berwawasan luas dan berkualitas dengan harapan memberikan masa depan yang lebih cerah bagi anak bangsa,” papar Putri Indonesia Favorit 1995.
Sebagai duta, Naz akan melakukan serangkaian kampanye “3E” Tupperware di kota-kota besar di Indonesia dan juga melalui program-program on-air maupun off-air yang akan dilakukan selama tahun 2008 – 2010 mendatang. Lantas bagaimana dengan keluarga? “Tak ada masalah. Saya tetap melakukan tugas-tugas sebagai istri sekaligus ibu ditengah padatnya kesibukan di luar rumah. Seperti sekarang ini, saya juga mengajak suami dan anak agar perhatian dan kebersamaan bisa tercipta di mana pun,” ungkap ibu dari Pruistin Aisha, Charlotte Fatima, dan Mieke Namira ini.
Fisamawati